Dinsdag 09 April 2013

Salam Ceria: KONTRIBUSI PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN...

Salam Ceria: KONTRIBUSI PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN...: KONTRIBUSI PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN BAHASA DALAM PENGAJARAN BAHASA ARAB Oleh : Khotimatus Sa’adah [1] Abstrak Bahas...

Salam Ceria: KONTRIBUSI PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN...

Salam Ceria: KONTRIBUSI PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN...: KONTRIBUSI PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN BAHASA DALAM PENGAJARAN BAHASA ARAB Oleh : Khotimatus Sa’adah [1] Abstrak Bahas...

Salam Ceria: KONTRIBUSI PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN...

Salam Ceria: KONTRIBUSI PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN...: KONTRIBUSI PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN BAHASA DALAM PENGAJARAN BAHASA ARAB Oleh : Khotimatus Sa’adah [1] Abstrak Bahas...

KONTRIBUSI PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN BAHASA DALAM PENGAJARAN BAHASA ARAB


KONTRIBUSI PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN BAHASA DALAM PENGAJARAN BAHASA ARAB
Oleh : Khotimatus Sa’adah[1]

Abstrak
Bahasa merupakan alat komunikasi dan sumber informasi. Sebagai alat komunikasi dan interaksi yang harus dimiliki oleh manusia, bahasa dapat dikaji secara internal maupun secara eksternal. Secara internal artinya pengkajian tersebut dilakukan terhadap unsur internal bahasa seperti, struktur fonologi, morfologi, dan sintaksis. Sedangkan kajian secara eksternal berarti kajian tersebut dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor di luar bahasa pemakaian bahasa itu sendiri, masyarakat tutur atau pun lingkungannya.
Bahasa mempunyai sifat yang dinamis. Seiring berjalannya waktu dan kemajuan manusia, maka bahasa akan terjadi perubahan, pergeseran dan pemertahanan. Khususnya bahasa Arab yang merupakan bahasa Asing di Indonesia, maka pembelajaran bahasa Arab di Indonesia terutama dalam penyusunan pembelajaran bahasa Arab harus mengetahui terlebih dahulu  perubahan dan pergeseran bahasa Arab yang terjadi pada saat ini sehingga ada upaya-upaya yang dilakukan untuk ikut mempertahankan bahasa Arab.

Kata kunci : perubahan bahasa, pergeseran bahasa, dan pemertahanan bahasa












I.            Pendahuluan
Bahasa selalu mengalami perubahan, pergeseran, dan pemertahanan.  Ketiga topik yang menjadi judul pada makalah ini masih berkaitan dengan masalah kontak bahasa yang terjadi dalam masyarakat bilingual atau multilingual. Perubahan bahasa menyangkut soal bahasa sebagai kode, di mana sesuai dengan sifatnya yang dinamis, dan sebagai akibat persentuhan dengan kode-kode lain, bahasa itu bisa berubah.  Pergeseran bahasa menyangkut masalah mobilitas penutur, di mana sebagai akibat dari perpindahan penutur atau para penutur itu dapat menyebabkan terjadinya pergeseran bahasa. Sedangkan pemertahanan bahasa lebih menyangkut masalah sikap atau penilaian terhap suatu bahasa, untuk tetap menggunakan bahasa tersebut ditengah-tengah bahasa lainnya.[2]
Pergeseran bahasa dan pemertahanan bahasa sebenarnya seperti dua sisi mata uang: bahasa menggeser bahasa lain atau bahasa yang tak tergeser oleh bahasa; bahasa tergeser adalah bahasa yang tidak mampu mempertahankan diri. Kedua kondisi itu merupakan akibat dari pilihan bahasa dalam jangka panjang (paling tidak tiga generasi) dan bersifat kolektif (dilakukan oleh seluruh warga guyup).[3]
Ketiga topik ini berkaitan, maka makalah ini terlebih dahulu akan membahas tentang sesiolinguistik terapan. kemudian yang kedua; perubahan bahasa, Ketiga; pergeseran bahasa, keempat; pemertahanan bahasa, dan yang terakhir tentang kontribusi dalam pembelajaran bahasa Arab.

II.            Pembahasan
A.           Sosiolinguistik Terapan
Sosiolinguistik terapan adalah Peranan ilmu sosiolinguistik sebagai sarana bantu untuk turut memecahkan masalah-masalah kebahasaan dalam hubungannya dengan masalah-masalah sosial kemasayarakatan, misalnya kebijaksanaan bahasa, perencanaan bahasa, Perubahan bahasa, pergeseran bahasa, pemertahanan bahasa, pendidikan dan pengajaran bahasa.[4]
Secara singkat, sosiolingusitik terapan berfokus pada pemecahan persoalan-persoalan praktis yang berkaitan dengan kehidupan bahasa. Bahasa yang dimaksud disini bisa berupa parole atau langue dan ada yang membatasi salah satunya.

B.           Perubahan Bahasa
Perubahan bahasa berkenaan dengan perubahan bahasa sebagai kode, sesuai dengan sifatnya yang dinamis, dan sebagai akibat persentuhan dengan kode-kode lain, bahasa itu bisa berubah.
Terjadinya perubahan bahasa menurut para ahli tidak dapat diamati, sebab perubahan itu yang sudah menjadi sifat hakiki bahasa, berlangsung dalam masa waktu yang relatif lama, sehingga tidak mungkin diobservasi oleh seseorang yang mempunyai waktu yang relatif terbatas. Namun yang dapat diketahui adalah bukti adanya perubahan bahasa itu. Inipun terbatas pada pada bahasa-bahasa yang mempunyai tradisi tulis, dan mempunyai dokumen tertulis dari masa-masa yang sudah lama berlalu. Bahasa Inggris, bahasa Arab, dan bahasa Jawa termasuk bahasa yang dapat diikuti perkembangannya sejak awal sebab punya dokumen-dokumen tertulis, tetapi banyak bahasa lain yang tidak mengenal tradisi tulis dan tidak mempunyai dokumen apapun.[5]
Adapun beberapa teori perubahan bahasa, antara lain; 1) Anotomi, adalah perubahan pada organ tubuh manusia setiap pergantian masa, 2) Historis sosial, adalah sejarah saling mengalahkan antar kelompok atau adnya bahasa yang lebih superior, 3) Kemudahan, adalah menganggap mudah terhadap salah satu yang berbeda tetapi mirip, atau bahkan sama, 4) Imitasi, adalah menirukan dialek/ bahasa lain, dan yang ke 5) Interferensi ujaran.[6]
Perubahan bahasa yang dimaksud adalah perubahan yang mempengaruhi bahasa oleh faktor internal atau eksternal, Perubahan adalah fenomena peralihan bahasa dari kasus ke kasus atau munculnya fenomena bahasa menggantikan fenomena bahasa lainnya dalam tahap sejarah bahasa tertentu.
Misalnya dalam bahasa arab; kalimat "ذيل"  bahasa fushah dan kalimat "ديل" bahasa amiyah. Sesungguhnya dzal (ذ) yang pertama setara  dengan dal (د) yg kedua. Dan ya’(ي) yg pertama setara dengan ya’(ي) kedua, yakni sama-sama tanda panjang. Kata pertama merupakan kurun waktu tertentu dan kata kedua pada kurun waktu yg lain. Perubahan yang terjadi pada kedua fase tersebut dinamakan perubahan bahasa. Begitu juga dalam dialek mesir ketika mengungkapkan tindakan dimasa depan (الفعل المستقبل) misalnya pada  kata “ حَنَذْهَبَ، حَنَخْرُج ”, Ketika kita ungkapkan dalam bahasa fushah menjadi "سنذهب، سنخرج".[7]
Perubahan bahasa lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, entah kaidahnya itu direfisi, kaidahnya menghilang, atau munculnya kaidah baru, dan semua itu dapat terjadi pada semua tataran linguistik: fonologi, morfologi, sintaksis, semantic, maupun lesikon.[8]

a)            Perubahan Fonologi
perubahan fonologi adalah perubahan yang terjadi dalam bentuk bunyi tunggal  atau harokat (tanda baca). Perubahan ini tejadi secara otomatis, tidak disengaja, dan tidak melalui kehendak manusia. Dan perubahan ini memakan waktu ribuan tahun atau ratusan tahun dan terbatas pada tempat tertentu.[9]
Dalam mencapai perubahan ini dapat menggunakan salah satu bentuk berikut; 1) Kesamaan suara-suara bahasa yang lalu. Misalnya perubahan fonetik yang terjadi dalam beberapa fonetik Arab. Suara dlod (ض) yang lama seperti yang dijelaskan oleh orang dahulu pengucapan dlod (ض) kurang ada penekanan daripada pengucapan orang Arab sekarang.[10] 2) Mentransformasikan fonologi ke fonologi lain. Hilangnya amiyah mesir pada fonem sta’ (ث) ,kemudian digantikan fonem ta’ (ت) dalam sebagain besar kata-kata, diantaranya kata “ ثمن ” menjadi “ تمن ”, kata “ ثوم ” menjadi “ توم ”, dan kata “ ثلاثة ” menjadi “ تلاتة ”.[11] Contoh lain dalam bahasa Inggris; pada kasus fonem /x/ menjadi /k/, misalnya pada kata <elk>, yang dalam bahasa inggris kuno ditulis<eolh> dan dilafalkan <elx>.[12] 3) Pengembangan fonologi-fonologi baru dalam bahasa. contoh; fonologi jim (ج) amiyah, masuk pada dialek-dialek baru.[13]  Bahasa Inggris kuno dan pertengahan tidak mengenal fonel /z/, lalu ketika terserap kata-kata seperti azure, measure, rouge dari bahasa prancis, maka fonem /z/ tersebut ditambah dalam khazanah fonem bahasa Inggris. Di Indonesia, sebelum berlakunya EYD, fonem /f/,/x/, dan /s/ belum dimasukkan dalam khazanah fonem bahasa Indonesia, tetapi kini ketiga fonem itu telah menjadi bagian dalam khazanah bahasa Indonesia.[14]

b)            Perubahan Morfologi
Perubahan morfologi adalah perubahan yang terjadi pada tingkat kata. Misalnya dalam bahasa Arab;  isim fa’il dari fi’il “ قرأ ” adalah “ قارئ ”  tetapi orang-orang kontemporer mengucapkan “ مُقرئ ”, dan begitu juga isim maf’ul dari fi’il ajwaf “ دان ” adalah “ مَديْن ” tetapi orang-orang kontemporer mengucapkan “ مديُون ”.[15]  Contoh lain dalam bahasa Indonesia ada proses penasalan dalam proses pembentukan kata dengan prefix me- dan pe-, kaidahnya adalah: (1) apabila kedua prefiks itu diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /i/r/w/ dan /y/ tidak ada terjadi penasalan, (2) kalau diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /b/ dan /p/ diberi nasal /na/, (3) bila diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /d/ dan /t/ diberi nasal /n/, (4) kalau diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /s/ diberi nasal /ny/, dan bila diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /g/, /k/, /h/, dan semua vocal diberi nasal /ng/. Kaidah ini menjadi agak susah diterapkan setelah bahasa  Indonesia menyerap kata-kata yang bersuku satu dari bahasa asing, seperti kata sah, tik, dan bom. Menurut kaidah di atas kalau ketiga kata itu diberi prefiks me- dan pe- tentu bentuknya harus menjadi menyah(kan), menik, dan mebom; dan penyah, penik, dan pembom. Tetapi dalam kenyataan bebahasa yang ada adalah  bentuk mensah(kan) atau mengesah(kan), mentik atau mengetik, membom atau mengebom, dan dengan prefix pe- menjadi pengesah, pengetik, dan pembom atau pengebom. Jadi jelas dala data tersebut telah terjadi penyimpangan kaidah, dan munculnnya alomorf menge- dan penge-.[16]

c)            Perubahan Sintaksis
Menunjukkan perubahan yang terletak pada tingkat kalimat, dan ada beragam bentuk dan gaya yang tercampur. Terkadang perubahan tidak mungkin menyimpang dari aturan bahasa, tetapi arti yang diungkapkan dengan susunan ini mempunyai arti baru, sebagaimna contoh dibawah ini:
يلعب دورا هاما ”setara dengan bahasa inggris ‘’play an importand part”
الاستهلاك المحلي ” setara dengan bahasa inggris “local consumption”
Selain di atas ada pola lain yang dimana perubahan pada tempat (موقعية), susunan kata-kata (ترتيب الكلمات), dan alat-alat (و الأدوات), misalnya:  سَوْفَ لا أسَافِر sebagai ganti لن أسَافِرَ, kalimat قَدْ لا يَجُوْزُ sebagai ganti  رُبَّمَا لا يَجُوْز.[17]
Perubahan kaidah sintaksis dalam bahasa Indonesia juga sudah dapat kita saksikan. Umpamanya, menurut kaidah sintaksis yang berlaku sebuah kalimat aktif transitif harus selalu mempunyai objek, atau dengan rumusan lain, setiap kata kerja aktif transirif harus selalu diikuti oleh objek. Tetapi dewasa ini kalimat aktif transitif banyak yang tidak dilengkapi objek, seperti:
-          Reporter anda melaporkan dari tempat kejadian.
-          Pertunjukan itu sangat mengecewakan.
-          Dia mulai menulis sejak duduk di bangku SMP.
-          Kakek sudah makan, tetapi belum minum.
Kata kerja aktif transistif pada kalimat seperti di atas menurut kaidah yang berlaku harus diberi objek, tetapi pada contoh di atas tidak ada objeknya.[18]

d)            Perubahan semantik
Perubahan semantik yang umum adalah berupa perubahan pada makna butir-butir leksikal yang mungkin berubah total, menyempit, atau juga meluas. Perubahan semantik dibagi menjadi:( a) Perubahan yang bersifat total, maksudnya adalah kalau pada waktu dulu kata itu misalnya bermakana A, maka kini atau kemudian menjadi makan B. umpamanya kata bead dalam bahasa Inggris aslinya bermakana “doa”, “sembahyang”, tetapi kini bermakna “tasbih”, “butir-butir tasbih”. Dalam bahasa Indonesia kita dapati contoh antara lain, kata pena dulu bermakna “bulu (angsa)”, tetapi kini “alat tulis bertinta”. (b) penyempitan makna; Pada mulanya suatu kata memiliki makna yang luas, namun sekarang menjadi menyempit. Misalnya kata “sarjana” yang dulu bermakna “orang yang pandai”, namun sekarang bermakna “orang yang lulus dari perguruan tinggi”. c) perluasan makna; Dulu kata tersebut hanya memiliki satu makna, namun sekarang mempunyai lebih dari satu makna. Misalnya kata “saudara”. Dulu hanya untuk orang yang lahir dari ibu yang sama, namun sekarang berarti juga “kamu”. [19] Dalam bahasa arab misalnya kata “ فأرٌ ” yang dahulu berarti tikus (binatang pengerat), pada masa sekarang memiliki makna baru yang berarti mouse (perangkat komputer), meskipun makna lama masih dipakai.[20]
e)            Perubahan leksikal
Perubahan leksikal dalam mempengaruhi bahasa berbeda dengan  jenis-jenis perubahan yang sebelumnya, perbedaan itu terletak pada dua hal: 
1.            Perubahan leksikal mempengaruhi semua bahasa. perubahan leksikal hampir tidak bisa dihindari, tidak ada bahasa yang tidak dapat berubah leksikal.
2.            Perubahan leksikal sangat cepat.[21]
 Perubahan leksikal banyak bentuknya, diantaranya adalah: 1) Munculnya kata-kata baru. misalnya kata تدويل، تأميم، مجلس الأمن, الشرعية الدولية  dan lainya, semua itu merupakan perkembangan leksikal yang telah muncul dalam bahasa Arab.[22] Contoh lain, misalnya kata  kleener dalam bahasa Inggris dibentuk dengan kata clean, kata jell-O dari gel. [23] 2) Pengabaian kosa kata. beberapa bahasa arab pada saat ini yang sudah tidak ada, misalnya pada ucapan “ انظر إلى الهِزَبْرِ ”,  kata  الهزبر berarti الأسد sebagaimana yang ada didalam kamus.[24] Dalam bahasa Indonesia kata-kata berikut sudah tidak digunakan lagi, antara lain; kempa (stempel, cap), centang perenang (tidak rapi, berantakan), engku (sebutan untuk menyapa guru laki-laki), ungkai (terbuka, terkoyak), terban (runtuh), tingkap (jendela), dan sanggat (kandas).[25] 3) At-Ta’rib. At-Ta’rib Secara terminology adalah mengambil atau meminjam atau menerjemahkan kosa-kata atau istilah dari bahasa asing (bahasa non Arab) ke dalam bahasa Arab berdasarkan kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh orang Arab dalam arabisasi (bisa dengan memanfaatkan wazan atau dengan derivasi), bahkan pada level tertentu sampai pada tingkatan gramatika.[26] beberapa kata ta’rib yang digunakan oleh orang-orang kontemporer, misalnya kata: [27]إيدولوجيا, تكنولوجيا, 4) Al-Iqtirodl (meminjam) adalah Kata-kata yang diterima dari bahasa lain dengan membuat beberapa penyesuaian suara, dan terkadang juga penyesuain morfologi, atau meminjamkanya tanpa adanya modifikasi, Misalanya kata-kata bahasa arab;  فيديو, تلفون, تلفزيون, ساندويش, فاكس، تلكس ,[28] dan contoh lain misalnya; kata kasus dalam bahasa Indonesia adalah pinjaman langsung dari bahasa Latin.[29]
Perubahan bahasa adalah jawaban terhadap banyak aspek perilaku manusia, dan dimungkinkan perubahan ini hasil dari komunikasi budaya, urbanisasi, dan industrialisasi. dll.[30]

C.           Pergeseran Bahasa
Menurut Sumarsono pergeseran bahasa diartikan sebagai suatu guyup (komutnitas) meninggalkan suatu bahasa sepenuhnya untuk memakai bahasa lain. Bila pergeseran sudah terjadi, para warga guyup itu secara kolektif memilih bahasa baru.[31] Abdul Chaer mengatakan bahwa pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain.[32] Menurut Romaine pergeseran bahasa adalah gejala perubahan bentuk dan makna suatu bahasa hingga munculnya gejala kolektif, yaitu ketika komunitas tutur meninggalkan bahasanya dan beralih ke bahasa yang lain. Gejala kolektif ini disebabkan oleh adanya dinamika masyarakat yang multilingual dengan berbagai aspek sosial di dalamnya. Pada masyarakat multilingual, kontak bahasa tidak dapat dihindari. Peran, kedudukan, dan fungsi satu bahasa menyebabkan terjadinya pilihan bahasa. Jika peran, kedudukan, dan fungsi bahasa mulai lemah, pergeseran bahasa atau kepunahan bahasa akan terjadi dan komunitas tuturpun beralih menggunakan bahasa lain dalam berbagai ranah penggunaan bahasa dan lama kelamaan meninggalkan bahasanya.[33]
Jadi pergeseran bahasa dapat diartikan sebgai  adanya peralihan bahasa dari satu komunitas penutur dengan bahasa yang baru yang dapat disebabkan oleh berbagai alasan.
Beberapa kondisi cenderung diasosiasikan dengan pergeseran bahasa dalam berbagai kajian. Barangkali kondisi yang paling mendasar kedwibahasaan masyarakat (societal bilingualism). Penting diingat, kedwibahasaan itu bukanlah satu-satunya kondisi bagi pergeseran, walaupun mungkin yang diperlukan. Hampir semua kasus pergeseran bahasa terjadi melalui alih generasi (intergenerasi), menyangkut lebih dari satu generasi. Dengan kata lain, jarang terjadi sejumlah besar individu dalam suatu masyarakat menanggalkan bahasa dan mengganti dengan bahasa lain dalam kurun hidupnya. Dalam berbagai kasus selalu ada satu generasi yang lebih dulu dwibahasawa, misalnya B1-nya bahasa X dan B2-nya bahasa Y. Generasi ini tidak mengalihkan bahasa X kepada generasi berikutnya (yaitu anak-anak mereka) melaikan bahasa Y. Generasi kedua ini mungkin saja masih memahami (secara pasif) bahasa X karena masih sering mendengar orang tua mereka berbicara dalam bahasa itu. Generasi kedua ini tentu lebih tidak  berminat lagi mengalihkan bahasa X kepada anak-anak mereka kelak, lebih-lebih karena mereka sendiri tidak menguasai bahasa itu.
Salah satu faktor itu adalah migrasi atau perpindahan penduduk, yang bisa berwujud dua kemungkinan. Pertama, kelompok-kelompok kecil bermigrasi ke daerah atau Negara lain yang tentu saja menyebabkan bahasa mereka tidak berfungsi lagi. Kedua, gelombang besar penutur bahasa bermigrasi membanjiri sebuah wilayah kecil dengan sedikit penduduk, menyebabkan penduduk setempat terpecah dan bahasanya tergeser.
Perkembangan ekonomi juga merupakan faktor pendorong pergeseran. Salah satu faktor ekonomi itu adalah industrialisasi (yang kadang-kandang bergabung dengan factor migrasi). Kemajuan ekonomi kadang-kadang mengangkat posisi sebuah bahasa menjadi bahasa yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Bahasa Inggris misalanya, menjadi minat banyak orang untuk menguasai dan kalau perlu meninggalkan bahasa pertama.
Sekolah sering juga dituding sebagai factor penyebab bergesernya bahasa ibu murid, karena sekolah biasa mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak, demikia ini kemudian menjadi kedwibahasaan.[34]
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab pergeran bahasa diantara  adalah factor migrasi, ekonomi, sekolah dan alih generasi.

D.          Pemertahanan Bahasa   
Ada berbagai sebab atau alasan mengapa suatu bahasa punah atau tidak digunakan oleh penutur-penuturnya. Satu di antaranya adalah adanya dominasi bahasa atau dialek yang lebih besar secara demografis, ekonomis, sosial atau politis. Pemeliharaan sebuah bahasa tidak cukup hanya dengan usaha mendeskripsikan sistem kebahasaan dan wilayah pemakainya, seperti yang telah dilakukan oleh para ahli bahasa selama ini. Namun, yang tidak kalah dari itu semua adalah penumbuhan rasa bangga dalam diri penutur-penutur untuk menggunakan bahasanya.
Kebanggaan berbahasa (linguistic pride), di samping kesadaran akan norma (awareness of norm) dan loyalitas bahasa (language loyality), merupakan faktor yang amat penting bagi keberhasilan usaha pemertahanan sebuah bahasa dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal dari masyarakat pemilik bahasa yang lebih dominan yang secara ekonomis dan politis memiliki pengaruh yang lebih besar. Kebanggan linguistik dapat dibangkitkan dari kekhasan-kekhasan yang dimiliki pemilik bahasa itu.
Hal demikin sebagaimana yang dialami oleh dialek Banyumas dari tekanan bahasa Jawa Solo-Yogya. Untuk pemertahanan dialek Banyumas, kebijakan pembinaan bahasa Jawa, haruslah memberi peluang yang seluas-luasnya bagi pentur-penuturnya untuk menggunakan dialek Banyumas sehingga dialek ini bisa menjadi alat komunikasi yang utama dalam ranah keluarga dan masyarakat dalam mengembangkan budaya lokalnya. Selain itu, dialek Banyumas merupakan dialek yang memiliki sejumlah kekhasan sebagai wahana budaya masyarakatnya yang tidak dimiliki oleh bahasa Jawa dialek Solo-Togya. Sejumlah leksikon, struktur fonemis, dan intonasi dialek Banyumas yang khas merupakan unsur-unsur yang dapat dibanggakan karena kesemuanya ini tidak mudah dikuasai oleh penutur bahasa standar. Ini sekaligus menunjukkan bahwa penutur-penutur dialek banyumas tidak lebih inferior dari pemilik bahasa standar. Dalam hubungan ini penutur-penutur dialek banyumas dapat berkaca dari pemilik-pemilik bahasa lain, seperi bahasa Arab, bahasa Basque di Spanyol, bahasa Ibrani di Israel, dan sebagainya yang melekat kebanggan etnis dan kebangsaanya pada kekhasan struktur bahasanya yang tidak mudah dikuasai oleh etnis atau bahasa yang lain.[35]
Contoh lain,mengenai penggunaan bahasa B1 yang jumlah penuturnya tidak banyak dapat bertahan terhadap pengaruh penggunaan B2 yang lebih dominan. Untuk menjelaskan ini kita ambil laporan simarsono (1990) mengenai pemertahanan penggunaan bahasa Melayu Loloan di desa Loloan, termasuk dalam wilayah kota Negara, Bali. Menurut Sumarsono, penduduk desa Loloan yang berjumlah sekitar tiga ribu orang itu tidak menggunakan bahasa Bali, melainkan menggunakan sejenis bahasa Melayu yang disebut bahasa Melayu Loloan, sebagai B1-nya, dan mereka semua Bergama Islam. Di tengah-tengah B2 yang lebih dominan, yaitu bahasa Bali, mereka dapat bertahan untuk tetap menggunakan bahasa pertamanya, yaitu bahasa Melayu Loloan, sejak abad ke-18 yang lalu, ketika leluhur mereka yang mengaku berasal dari Bugis dan Pontianak tiba di tempatitu. Faktor apakah yang menyebabkan mereka dapat bertahan, menurut Sumarsono adalah, pertama, wilayah pemukiman mereka terkonsentrasi pada satu tempat yang secara geografis agak terpisah dari wilayah pemukiman masyarakat Bali. Kedua, adanya toleransi dari masyarakat mayoritas Bali yang mau menggunakan bahasa Melayu Loloan dalam berinteraksi dengan golongan minoritas Loloan, meskipun dalam interksi itu kadang-kadang digunakan juga bahasa Bali. Ketiga, anggota masyarakat Loloan mempunyai sikap keislaman yang tidak akomodatif terhadap masyarakat, budaya, dan bahasa Bali. Pandangan seperti ini dan ditambah dengan terkonsentrasinya masyarakat Loloan ini menyebabkan minimnya interaksi fisik antara masyarakat Loloan yang minoritas dan masyarakat Bali yang mayoritas. Akibatnya pula menjadi tidak digunakannya bahasa Bali dalam interaksi intrakelompok dalam masyarakat Loloan. Keempat, adanya loyalitas yang tinggi dari anggota masyarakat Loloan terhadap bahasa Melayu Loloan sebagai konsenkuensi kedudukan atau status bahasa ini yang menjadi lambing identitas diri masyarakat Loloan yang beragama Islam, sedangkan bahasa Bali dianggap sebagai  lambang identitas diri masyarakat Bali yang beragama Hindu. Oleh karena itu, penggunaan bahasa Bali ditolak untuk kegiatan-kegiatan intrakelompok, terutama dalam ranah agama. Kelima, adanya kesinambungan pengalihan bahasa Melayu Loloan dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya.[36]
Uaraian diatas, menjelaskan tentang faktor yang menyebabkan pemertahanan bahasa. Adapun faktor yang menyebabkan pemertahanan bahasa antara lain: secara geografis wilayah pemukiman agak tepisah dengan wilayah pemukiman lain, adanya toleransi dari masyarakat dalam penggunaan bahasa, fanatisme terhadap bahasa sendiri, adanya loyalitas tinggi dari anggota masyarakat dalam memakai bahasa sendiri untuk kegiatan yang bersifat kebudayann/ ritual keagmaan, adanya kesinambungan pengalihan bahasa.

E.           Kontribusi dalam pembelajaran Bahasa Arab.
Penguasaan bahasa asing menjadi suatu hal yang tak bisa ditawar-tawar lagi di era ini. Dalam dunia yang begitu kompetitif sekarang, mau tidak mau, suka tidak suka, seseorang harus memiliki nilai lebih dibanding yang lain. Bahasa asing selain bahasa Inggris yang juga menjadi bahasa Internasional adalah bahasa Arab.
Bahasa Arab di Indonesia yang merupakan Negara dengan pemeluk agama Islam terbesar di dunia bukanlah sesuatu yang asing. Banyak lembaga pendidikan, khususnya yang bernafaskan Islam, menjadikan bahasa Arab menjadi bahasa asing yang prioritas untuk dikuasai oleh para siswanya.
Berkaitan dengan perubahan, pergeseran dan pemertahan bahasa. Ini sangat membantu dalam pembelajaran bahasa Arab melalui kurikulum-kurikulum pengajaran modern dengan menampilkan bahasa Arab dalam nuansa pendidikan dan ilmiah yang sesuai dengan tuntutan zaman serta memenuhi kebutuhan pembelajaran para pelajar non-Arab.
Diantara kontribusi perubahan,pergeseran, dan pemertahanan bahasa dalam pembelajaran bahasa Arab, antara lain[37] ; Pertama, barometer untuk meninjau kurikulum PBA dan materi-materi bahasa Arab; Pusat pendidikan bahasa Arab dan Guru bahasa Arab harus mengetahui perubahan bahasa Arab yang terjadi pada saat ini. Materi yang disampaikan kepada peserta didik adalah materi bahasa Arab yang berkembang pada masa sekarang ini.
Kedua, sebagai penjenjangan materi bahasa Arab. Dalam pembelajaran bahasa Arab sangat diperlukan kesesuaian jenjang pendidikan bahasa Arab dengan materinya. Pada taraf pemula diperlukan materi yang benar-benar materi dasar, dan seterusnya sampai pada tingkat tinggi. Dengan memahami perubahan, pergeseran dan pemertahan bahasa Arab, guru mengetahui tingakat kemudahan dan kesulitan bahasa Arab, sehingga dapat mempermudah untuk menyusun matari pembelajaran bahasa Arab sesuai dengan jenjangnya.
Ketiga, tidak terjebak pada materi bahasa klasik dan mampu menyesuaikan perkembangan bahasa Arab yang ada di Timur Tengah. Guru bahasa Arab harus mampu menyesuaikan perkembangan bahasa Arab yang ada ditimur tengah, karena ini sangat penting dalam pembelajaran bahasa Arab. Perlu di ingat bahwa kurikulum pendidikan harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan siswa, tuntutan masyarakat dunia kerja, dan harapan-harapan dari pemerintah (kebijakan pendidikan). Bahasa Arab merupakan bahasa Asing bagi bangsa Indonesia, maka dalam pembelajaran bahasa Arab, kita perlu menyesuaikan perkembangan bahasa Arab yang ada ditimur tengah.
Keempat, usaha menjaga bahasa Arab dari kepunahan. mempelejari bahasa Arab bagi kalangan non Arab sangat penting yakni sebagai alat komunikasi antar bangsa, dan untuk mendalami ilmu-ilmu Islam bagi kalangan muslim. Sesuai dengan pemaparan di atas bahwa dalam bahasa itu terdapat perubahan, pergeseran dan pemertahanan bahasa, maka bagaimana sebisa mungkin supaya bahasa Arab tidak mengalami pergeseran karena pergeseseran bahasa akan menuju pada kepunahan. Usaha menjaga bahasa Arab dari kepunahan mungkin dapat kita lakukan dengan cara; mengadakan ritual-ritual yang menggunakan bahasa Arab misalnya dziba’an, tahlil, manaqib, dan lain-lain, mengadakan sorogan dan ngaji kilatan kitab kuning.
Kelima, usaha untuk mempelajari dan menciptakan metode pemasukan bahasa Asing ke dalam bahasa Arab. Hal ini dapat dilakukan dengan cara; mengarabisasikan bahasa-bahasa lokal yang belum tercover di majma’ al-lugah Arab misalnya; kalimat إنتشار إلى اللغة العربية, Kata إنتشار jika mendapat tambahan kata إلى, maka artinya menjadi membumikan bahasa Arab, dengan cara at-ta’rib misalnya kata teknologi menjadi تكنولوجيا, al-iqtirodl misalnya; video menjadi فيديو, muwallad mislanya; kata “فأرٌ” yang dahulu berarti tikus (binatang pengerat), pada masa sekarang memiliki makna baru yang berarti mouse (perangkat komputer), meskipun makna lama masih dipakai.

III.            Penutup
Sosiolinguistik terapan berfokus pada pemecahan persoalan-persoalan praktis yang berkaitan dengan kehidupan bahasa, seperti: kebijaksanaan bahasa, perencanaan bahasa, Perubahan bahasa, pergeseran bahasa, pemertahanan bahasa, pendidikan dan pengajaran bahasa.
Perubahan, pergeseran dan pemertahan bahasa ini saling berkaiatan. Perubahan bahasa berarti perubahan yang mempengaruhi bahasa yang disebabkan oleh faktor internal atau eksternal. pergeseran bahasa  terjadi manakala masyarakat pemakai bahasa memilih suatu bahasa baru untuk mengganti bahasa sebelumnya. Dengan kata lain, pergeseran bahasa itu terjadi karena masyarakat bahasa tertentu beralih ke bahasa lain, biasanya bahasa yang dominan dan berprestasi, lalu digunakan dalam ranah-ranah pemakaian bahasa yang lama. sedangkan pemertahanan bahasa dapat terjadi ketika masyarakat bahasa tetap menggunakan bahasa-bahasa secara kolektif atau secara bersama-sama dalam ranah-ranah pemakaian tradisional.
Asumsi adanya perubahan, pergeseran, dan pemertahanan bahasa disebabkan karena adanya kontak antar bahasa, kelas sosial bahasa, dan bahasa seperti makhluk hidup organis.
Makalah ini ditulis sebagai pengantar untuk para mahasiswa pendidikan bahasa Arab di sekolah tinggi agama Islam Mathali’ul Falah dalam memahami perubahan, pergeseran, dan pemertahanan bahasa, khususnya bahasa Arab. sehingga nantinya mamhasiswa mampu mengkontribusikan dalam pembelajaran bahasa Arab.
Diakui bahwa makalah ini masih mempunyai banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kepada pembaca dimohon saran dan kritik konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.





























Daftar Pustaka
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. 2004
Dimyati,Muhammad Affifuddin. Muhadloroh Fi ‘Ilmu Al Lughoh Al Ijtima’i. Surabaya: Mathba’ah Darul Ulum Al Lughawiyyah. 2010
Lutfi,Habibi Muhammad. Hand Out  Fiqh Al-Lughah ke 12
     Hand Out Sosiolinguistik ke 10
Sayyid, Shobari Ibrahim. Ilmu Al-Lughoh Al-Ijtima’I. Mesir: Daar Al Ma’rifah Al Jami’ah. 1995
Sumarsono. Sosiolinguitik. Yogyakarta: Sabda. 2008
Wijaya, Dewa Putu. dan Muhammad Rohmadi. Sosilinguistik Kajian Teori dan Analisis. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 2006
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33614/.../Chapter%20II.pdf. Bab II (konsep,landasan teori,dan kajian pustaka). diakses pada tanggal 02 januari 2012, pukul 23:15





[1] Mahasiswi Prodi PBA STAIMAFA Semester V Tahun Akademik 2012/2013
[2] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 134
[3] Sumarsono, Sosiolinguitik, (Yogyakarta: Sabda, 2008), hlm. 231
[4] Khabibi Muhammad Luthfi, Hand Out Sosiolinguistik ke 10, Slide 1
[5] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 134
[6] Khabibi Muhammad Luthfi, Hand Out…, Slide 4
[7] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh Fi ‘Ilmu Al Lughoh Al Ijtima’i, (Surabaya: Mathba’ah Darul Ulum Al Lughawiyyah, 2010), hlm. 114
[8] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…,hlm. 136
[9] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh…, hlm. 117
[10] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh…, hlm. 118
[11] Ibid.
[12] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…, hlm. 136
[13] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh…, hlm. 118
[14] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…,hlm. 137
[15] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh…, hlm. 119
[16] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…, hlm. 137
[17] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh…, hlm. 122-123
[18] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…, hlm. 139
[19] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…, hlm. 141
[20] Habibi Muhammad Lutfi, Hand Out  Fiqh Al-Lughah ke 12, slide 3
[21] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh…, hlm. 127
[22] Ibid.
[23]  Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…,hlm. 140
[24] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh…, hlm. 128
[25] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…,hlm. 140
[26] [26] Habibi Muhammad Lutfi, Hand Out  Fiqh Al-Lughah ke 12, slide 3
[27] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh…, hlm. 128
[28] Ibid.
[29] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…, hlm. 140
[30] Shobari Ibrahim Sayyid, Ilmu Al-Lughoh Al-Ijtima’I, (Mesir: Daar Al Ma’rifah Al Jami’ah, 1995), hlm. 199
[31] Sumarsono, Sosiolinguistik…, hlm. 231
[32] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…, hlm. 142
[33] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33614/.../Chapter%20II.pdf. Bab II (konsep,landasan teori,dan kajian pustaka), diakses pada tanggal 02 januari 2012, pukul 23:15
[34] Sumarsono, Sosiolinguistik…,hlm. 235-237
[35] Dewa Putu Wijaya, dan Muhammad Rohmadi, Sosilinguistik Kajian Teori dan Analisis, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 89-90
[36] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…, hlm. 147
[37] Khabibi Muhammad Luthfi, Hand Out Sosiolinguistik ke 10, Slide 9