Dinsdag 01 Oktober 2013

IMRU’UL QAIS
Oleh : Khotimatus Sa’adah, Aisyah, dan Muhammad Abdirrahman
 I.            PENDAHULUAN
Studi tentang bahasa Arab memang terasa kurang, manakala tidak diikuti dengan studi tentang para ahlinya atau para tokohnya, sebagaimana studi tentang sastra juga memerlukan kajian tentang para tokoh sastra. Dalam hal ini, tidak sedikit  tokoh bahasa Arab yang dapat dijadikan sebagai bahan kajian.
Menurut pandangan bangsa Arab syi’ir adalah sebagai puncak keindahan dalam sastra. Sebab syi’ir itu adalah suatu bentuk gubahan yang dihasilkan dari kehalusan perasaan dan keindahan gaya khayal. Karena itu bangsa Arab lebih menyenangi syi’ir disbanding dengan hasil sastra lainnya.
Para penyair pada zaman jahiliyah mewakili kelas terdidik (intelegensia), sehingga para penyair pada masa itu menempati derajat yang tinggi. Para penyair di mata orang Arab pada zaman jahiliyah menempati posisi para Nabi bagi para umatnya.
Salah satu penyair jahiliyah yang terkenal dengan syi’irnya adalah Imru’ul Qais, yang mana akan kami paparkan pada makalah ini dengan rumusan masalah sebagaimana berikut: siapakah Imru’ul Qais itu? Bagaiamanakah letak kesusastraan syi’irny-syi’irnya  ketika menggambarkan kudanya? Bagaimana cara Imru’ul Qais mengungkapakan perasaannya? Bagaimana luapan emosi pada syi’ir tersebut?

II.            PEMBAHASAN
A.           Biografi Imru’ul Qais
Penyair ini memiliki nama lengkap Imru’ul Qais bin Hujrin bin al-Harits al-Kindi, dan berasal dari suku Kindah, yaitu suatu suku yang pernah berkuasa penuh di daerah Yaman. Karena itu, ia lebih dikenal sebagai penyair Yaman (Hadramaut). Kabilah ini adalah keturunan dari bani Harits yang berasal dari Yaman, daerah Hadramaut Barat. Mereka mendiami daerah Nejed sejak pertengahan abad ke-5 Masehi.
Nama penyair ini sangat mulia karena dia anak seorang raja Yaman yang bernama Hujur Al Kindy, raja dari kabilah Bani Asad. Dari segi nasab ibunya penyair ini anak fatimah binti Rabi’ah saudara Kulaib dan muhalhil Taghlibiyah putra dari Rabi’ah, dua perwira Arab yang amat terkenal dalam peperangan Al Basus, segi nasab ini sangat berpengaruh sekali terhadap kepribadian penyair ini.
Sejak kecil penyair ini dibesarkan di Nejed kalangan bangsawan yang gemar berfoya foya. Kebiasaan penyair ini sering bermain cinta mabuk dan melupakan segala kewajibannya sebagai anak raja yang harus pandai mawas diri dan berlatih memimpin masyarakatnya. Karena itulah penyair ini sering dimarahi ayahnya bahkan akhirnya ia diusir dari istana, disebabkan olah buruk perangainya.
Selam dalam pembuangan penyair ini sering pergi mengembara kesegala penjuru jazirah arabia untuk menghabiskan waktunya dengan orang badui. Orang orang badui ini gemar sekali untuk mengikuti Imru’alqays karena mereka disamping butuh harta Imru’ al Qays, juga mereka butuh akan kekuatan kekuatan Imru’ al Qays untuk menghadapi lawan mereka.
Sampai pada suatu tempat yaang bernama dammun disitu Imru al Qays mendengar berita duka, kematian ayahnya yang dibunuh oleh bani asad karena kediktatorannya.
ضيعني صغيرا, وحملني دمه كبيرا, ولاصحو اليوم ولا سكر غدا, االيوم خمر, وغدا أمر
“ ketika kecil aku disia-siakan bapakku, namun ketika aku besar aku harus menanggung balas dendam atas kematiaanmu. tidak ada kesadaran hari ini dan tidak ada mabuk besok, hari ini khomer besok adalah waktu balas dendam.”
sejak hari itu Qays bersumpah tidak makan daging dan tidak minum khamr serta tidak menyisir rambut sebelum membunuh 100 orang dari bani asad dan 100 orang yang bersekongkol dengan mereka. Esok harinya dia minta bantuan pada familinya kabilah taglib dan bakar. Kemudian menyerang bani asad membunuh sebagian besar dari mereka. Ketika qais menginginkan kemenangan lebih, para sekutu mulai meninggalkanya.  Qays kemudian mencari bantuan kesan kemari, akhirnya minta perlindungan kepada samuel ibn adi pemimpin kabilah yahudi, dan menitipkan kepadanya harta pusakanya, kemudian mengembara keromawi mencari bantuan. Ketika sampai keromawi  raja romawi waktu itu gustinian tertarik dengan qais dan ingin menjadikanya kaki tangannya di negeri arabdan memberikan bantuan. Ketika menyiapkan balatentara ada informasi negatif tentang qais. Justru gustian memberi qais baju perang yang penuh dengan racun. Ketika sampai diangkara racun ditubuh qais semakin mengganas sehingga qais meninggal disana.[1]
B.           Syi’ir Imru’ul Qais
Syi’ir Imru’ul Qais merupakan sy’ir yang terkenal pada masa kasusastraan Arab Jahiliyah. Syi’irnya yang begitu indah banyak digunakan acuan sebagai contph dalam pembelajaran ilmu-ilmu ‘arabiyah misalny nahwu, sharaf, balaghah.
Terdapat berbagai macam bentuk syi’ir yang diungkapkan Imru’ul Qais, mulai dari bentuk percintaan, kesusahan, menggambarkan suatu kejadian, dan lain-lain. Tetapi pada makalah ini hanya akan mengupas syi’ir Imru’ul Qais ketika beliau menggambarkan kudanya dengan ungkapan yang begitu indah, adapun syi’irnya adalah sebagaimana dibawah ini:
وقد أغْتَدى والطَيرُ في وُكُناتِها  #   بمُنْجَرِدٍ قَيْدِ، الآوابدِ هـَـيْكلِ
Pagi pagi aku sudah pergi berburu saat itu burung burung masih tidur disangkarnya #
Mengendarai kuda yang bulunya pendek besar larinya cepat mampu mengejar binatang buas yang sedang berlari kencang
مِكَرٍّ مِفَرٍّ، مُقْبِلٍ، مُدْبِرٍ معًا  #  كجلمودِ صَخرٍ حطّه السيلُ من عَلِ
Maju dan mundur bersamaan secepat kilat seperti hanya satu gerakan #
Seperti batu besar yang runtuh terbawa banjir dari tempat tinggi
كُمَيْت يَزِلُّ اللّبد عن حال متنه #  كما زَلَّتِ الصفواءِ بِالْمُتَنَزٍّل
Gagah berani dengan disertai bulu yang tebal dengan pelana yang ada dipunggungnya  #
Sebagaimana tergelincirnya batu keras.

مِسَحٍّ إذا ما السَّابِحَاتُ على الونى # أَثَرْنَ الغُبَارَ بالكيدِ المُرَكَّلِ
Tiada daya seperti kapal berlayar yang dengan aliran air membentuk banyak percikan-percikan #
Dampak  sepakan kakinya, bumi yang padatpun diselimuti debu

يُزِلُّ الغُلام الخِفَّ عن صَهـَــوَاتِه # ويُلْوِى بأَنْوَابِ العَنيفِ المُثقَّل
Pemuda yang kurus akan kesulitan duduk dipelananya   #
Sebagaimana orang yang kasar dan besar juga akan kerepotan merapikan bajunya

دَرِيْرٍ كَخُذْرُوفِ الوليد أمرَّهُ # تتابُعُ كَفَّيْهِ بِخَيْطٍ مُوَصَّلٍ
langkahnya bagaikan gangsing seorang anak laki-laki#
Yang dimainkan dengan kedua telapak tangannya secara berurutan dengan benang yang menyambung

لَهُ أيْطَلا ظَبى وسَقَا نعامَةٍ   #  وإرخاءُ سِرْحَانٍ وتَقْرِيْبُ تَنْفُلٍ[2]
Pinggang seperti pinggang rusa, kakinya panjang dan keras seperi kaki burung unta #
Kalau berlari ringan seperti larinya kijang, apabila berlari kencang mengangkat kedua kaki depannya bagai larinya serigala liar.

C.           Analisis Muatan Sastra
a.            Tujuan dan perihal ( الغرض و المناسبة )
Setiap ungkapan pasti terdapat tujuan dan perihal. Pada Syi’ir Imru’ul Qais diatas mempunyai tujuan dan perihal sebagaimana berikut ini :
pada bait pertama tujuan syi’irnya adalah mengandung  washf, yakni penggambaran suatu kejadian menarik. Sedangkan munasibahnya adalah ketika seorang tersebut pergi berburu dengan mengendarai kuda dengan gesitnya mampu mengejar binatang buas yang berlari kencang.
Pada bait kedua masih mengandung tujuan yang sama, pada cuplikan puisi tersebut adalah tentang kejadian menarik yang menggambarkan seekor kuda yang bergerak secepat kilat. Sedangkan munasibahnya adalah saat kuda tersebut berlari, diibaratkan larinya kuda tersebut seperti batu besar yang runtuh terbawa banjir dari tempat tinggi.
Pada bait ketiga juga masih berbentuk washf, yakni kudannya diibartkan dengan tergelincirnya batu bersar. Adapun munasibahnya berawal dari bentuk kuda yang gagah, pemberani, berbulu tebal, dan disertai pelana yang ada dipunggungnya, sehingga Imru’ul qais mengibaratkan seperti tergelincirnya baru keras, dimana suatu batu keras krtika tergelincir adalah sebuah sosok yang kelihatan menakutkan dan langsung tergilincir begitu aja tanpa memandang yang ada dikanan kiri.
Bait keempatpun bebentuk washf, kerena menggambarkan seperti kapal berlayar yang dengan aliran air membentuk banyak percikan-percikan dan bumi yang padatpun terselimuti debu. Hal ini karena pada syi’ir ini munasibahnya ketika berlari lengkukan tubuhnya seakan-akan tanpa daya begitu lemah gemulai disertai dengan langkah kakinya yang membawakan debu disekitar.
Demikian juga pada cuplikan puisi Imru’ul Qais kelima masih mengadung washf  yaitu ungkapan akan sulitnya mengendarai kuda. Munasibahnya yaitu ketika seseorang yang kurus, kasar ataupun gemuk maka tidak dapat dengan mudah untuk menunggani kuda tersebut karena akan kesulitan duduk dipelananya bagi yang kurus dan akan susah merapikan bajunya bagi yang kasar maupun gemuk.
Pada bait keenam juga masih sama yakni wasfnya berupa gangsing seorang anak laki-laki, dan munasibahnya adalah kuda tersebut jika melaju cepat  kakinya seperti gangsing seorang anak laki-laki yang dimainkan dengan kedua telapa tangangganya secara berurutan dengan benang yang menyambung.
Adapun mengenai cuplikan puisi yang ketujuh juga masih bercerita tentang keindahan akan kuda tersebut dan cirinya.  Sedangkan munasibahnya adalah masih dalam saat ketika seekot kuda tersebut berlari, larinya seperti srigala yang begitu gesit ketika saat berlari.

b.            Analisis Kata ( التحليل اللغوى  )
Untuk memahami syi’ir di atas, terlebih dahulu harus bisa memahami maksud dari penulis syi’ir itu. Adapun untuk memahami syi’ir tersebut maka kami menggunakan syarah dari kitab Syarah al-Mu’allaqot as-Sab’  yang dikarang oleh Abi Abdillah Husain bin Ahmad Azzauzani, sebagaiamana berikut ini:
Pada ba’it pertama;
                    i.            kata أغتدى berasal dari kata غدا (esok hari) – يغدو - غدوًا, dan أغتدى adalah bentuk mufrod dari kata اغتداء, sehingga أغتدى diartikan dengan “pagi-pagi aku”.
                  ii.            Kata الوكنات sama dengan مواقع الطير yang berarti sarang burung.
                iii.            Kata  الأوابد sama dengan الوحوش yang berarti binatang buas.
                iv.            kata  الهيكلmenurut ibnu darbit artinya الفرس العظيم الجرم (kuda besar yang sering melakukan kesalahan).
Ba’it kedua;
                 i.               Kata الكر  dan الكرور yang berarti الرجوع (kembali lagi secara berulang-ulang), sehingga disini kami mengartikan maju dan mundur.
               ii.               Kata الجلمود والجلمد  sama dengan الحجر العظيم الصلب  yang berarti  batu besar yang padat.
             iii.               kata الصخر sama dengan  الحجر yang artinya batu.
             iv.               حط maksudnya إلقاء الشيء من علو الى أسفل (membawa sesuatu dari ketinggian sampai kebawah),sehingga kami mengartikannya “runtuh”.
Ba’it ketiga;
                 i.               Kata الصفواءِ diartikan sebagai الحجر الصلب (batu keras).
               ii.               Kata الحال maksudnya adalah tempat duduk pengendara kuda yang ada di punggung kuda.
Ba’it keempat;
                 i.               سح, يسح  mempunyai makna صبّ, يصب yang berarti menuangkan
               ii.               الكديد artinya الأرض الصلبة المطمئنة (bumi padat yang menentramkan hati)
             iii.               الركل artinya الدفع بالرجل و الضرب بها (menyepak dengan kakinya)
Ba’it Kelima;
              i.                  Kata الخف sama dengan الخفيف yang artinya ringan, sehingga sesuai dengan konteks di atas maka kami mengartikanya “kurus”.
            ii.                  Kata الصهوة (punggung kuda)  artinya مقعد الفارس من ظهر الفرس (tempat duduk pengendara kuda yang berada di punggung kuda), dan jika di jama’kan menjadi الصهوات, sehingga kami mengartikannya dengan sebutan “pelana”.
          iii.                  kata العنيف kabalikan dari kata الرفيق (lemah lembut) sehingga العنيف mempunyai arti kasar.
Ba’it Keenam;
Kata الدرير berasal dari درّ, يدر , yang artinya berurutan, sehingga jika disesuaikan dengan syi’ir diatas kami artikan dengan “langkah”,
Ba’it ketujuh;
                    i.            Kata الأيطل dan الأطل sama dengan  الخاصرةyang artinya pinggang.
                  ii.            Dan kata الإرخاء artinya ضرب منعدو الذئب يشبه خبب الدواب (berlari ringan dengan menekan seperti larinya srigala).
                iii.            kata السرحان sama dengan الذئب artinya serigala
                iv.            kata التقريب artinya وضع الرجلين موضع اليدين في العدو maksudnya berlari kencang mengangkat kedua kaki depannya.
                  v.            kata التتفل artinya ولد الثعلب (serigala liar).[3]

c.            Pemilihan Gaya Bahasa ( الصور البلاغة  )
Imru al-Qais menggambarkan kudanya dengan ungkapan gaya bahaya sebagai berikut :
1)            Penyerupaan ( التشبيه  )
Tasybih menurut ahli bayan adalah suatu istilah yang di dalamnya terdapat pengertian penyerupaan atau perserikatan antara dua perkara (musyabbah dan musyabbah bih).
Tasybih termasuk uslub bayan yang didalamnya terdapat penjelasan dan perumpamaan. Tasybih merupakan langkah awal untuk menjelaskan suatu makna dan sarana untuk menjelaskan sifat. Dengan Tasybih, maka kita dapat menambah ketinggian makna dan kejelasannya serta juga dapat membuat makna tampak lebih indah dan bermutu.
Suatu ungkapan dinamakan Tasybih jika memenuhi syarat-syarat dalam unsur-unsurnya. Sebuah Tasybih harus memenuhi  unsure-unsur berikut:
a.             Musyabah, yaitu sesuatu yang hendak diserupakan.
b.             Musyabah bih, sesuatu yang diserupai, kedua unsur ini disebut Thorafai Tasybih (kedua pihak yang diserupakan).
c.             Wajh al-Syibh, yaitu sifat yang terdapat pada kedua pihak itu.
d.            Adat al-Tasybih, yaitu huruf atau kata yang digunakan untuk menyatakan penyerupaan.[4]
Bentuk tasybih pada syi’r Imrul al-Qoisy di atas adalah sebagai berikut:
·         مكرٍّ مفر، مقبل، مدبر معا        كجلمود صخر حطه السيل من عل
مكرٍّ مفر، مقبل، مدبر معا       sebagai musyabbah
ك sebagai adat at-Tasybih
جلمود صخر حطه السيل من عل sebagai musyabbah bih
·         أيطلا ظبي”; kata أيطلا sebagai musyabbah dan kata ظبي sebagai musyabbah bih. “ساقا نعامة” kata ساقا sebagai musyabbah dan kata نعامة sebagai musyabbah bih. “إرخاء سرحان” kata إرخاء sebagai musyabbah dan kata سرحان sebagai musyabbah bih. “تقريب تنفل” kata تقريب sebagai musyabbah, dan kata تنفل sebagai musyabbah bih. Disini kudanya Imrul al-Qoisy, pinggangya diumpamakan seperti pinggangnya beruang, kakinya yang panjang dan keras diumapamakan seperti kaki burung unta, larinya yang ringan diumpamakan seperti larinya srigala. Dan apabila berlari kencang dengan mengangkat kedua kaki depannya diumpamakan seperti larinya serigala liar.
·         دَرِيْرٍ كَخُذْرُوفِ الوليد أمرَّهُ; kata دَرِيْر sebagai musyabbah, كَ sebagai adatus tasybih, dan خُذْرُوفِ الوليد أمرَّهُ sebagai musyababah bih.
2)                  Memperindah ma’na ( محسنات معنوية  )
محسنات معنوية  ini terbagi menjadi beberapa bagian, tetapi disini hanya disebutkan yang sesuai dengan syi’ir diatas:
                             i.            At-Tauriyah ( التورية  ), adalah menyebutkan lafadz yang mempunya dua ma’na, yakni ma’na قريب  dan ma’na بعيد
Pada syi’ir diatas ditemukan dari kalimat :
يُزِلُّ الغُلام الخِفَّ عن صَهـَــوَاتِه, Kata الخف  arti dekatnya ringan, disesuaikan dengan konteks tersebut sehingga mempunyai ma’na jauh “kurus”.
                           ii.            At-Thibaq ( الطباق  ), adalah mengumpulkan dua ma’na yang saling berbandingan/ berlawanan.
Pada syi’ir diatas ditemukan pada syi’ir :
يُزِلُّ الغُلام الخِفَّ عن صَهـَــوَاتِه # ويُلْوِى بأَنْوَابِ العَنيفِ المُثقَّل
Kata الخف berlawanan dengan kata بأَنْوَابِ العَنيفِ
d.            Luapan Emosional ( العاطفة )
Ungkapan syi’ir di atas berbentuk takbiir artinya melebih-lebihkan atau membesa-besarkan. Syi’ir ini berawal ketika Imru’l al Qoisy  pergi berburu ketika burung-burung masih tidur disangkarnya, beliau menjalankan kudanya dengan laju yang sangat cepat. Sedemikian  rupa selama dalam melajukan kudanya, sehingga akhirnya beliau membentuk syi’ir yang begitu indah teruntuk kuda yang ditungganginya. Letak takbiirnya dimulai pada ba’it pertama shodrul ats-stani (بمعجرد قيد، الآوابد هــيكل) sampai pada ba’it terakhir, dimana Imru’ul Qais mentakbiirkan kudanya mulai dari bentuk kudanya, bagaimana laju kudanya yang diungkapkan dengan sangat detail sebagaimana syi’ir diatas.

III.            KESIMPULAN
Dari ketujuh syi’ir Imru al-Qoisy yang menggabarkan kudanya dengan ungkapan yang begitu indah, penulis dapat menyatakan bahwa dari sisi gaya bahasa yang dipakai pada syi’ir tersebut tergolong susah karena banyak sekali kata yang tidak sesuai dengan arti aslinya dan butuh penjelasan arti lain. Jika dilihat dari segi balaghohnya, syi’ir tersebut menggunakan bentuk tasybih dan muhsinatu ma’nawiyah, sedangkan secara uapan emosional syi’ir tersebut menunjukkan takbiir.
Demikian kekuatan Imru’ul Qais dapat kita lihat dari bobot syi’irnya. Semoga berawal memahami syi’ir Imru’ul Qais dapat menggugah bakat dan minat kita untuk selalu ingin berkarya dengan menciptakan syi’ir-syi’ir yang begitu indah sehingga mampu menerobos dunia.
Makalah ini sudah tentu banyak kesalahan dan kekurangan-kekurangan, untuk itu kepada pembaca kami mohon saran dan kritik pada makalah ini untuk perbaikan pada makalah ini.
























Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking