KONTRIBUSI PERUBAHAN,
PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN BAHASA DALAM PENGAJARAN BAHASA ARAB
Oleh : Khotimatus Sa’adah[1]
Abstrak
Bahasa merupakan
alat
komunikasi dan sumber informasi.
Sebagai alat komunikasi dan interaksi yang harus dimiliki oleh manusia, bahasa
dapat dikaji secara internal maupun secara eksternal. Secara internal artinya
pengkajian tersebut dilakukan terhadap unsur internal bahasa seperti, struktur
fonologi, morfologi, dan sintaksis. Sedangkan kajian secara eksternal berarti
kajian tersebut dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor di luar bahasa
pemakaian bahasa itu sendiri, masyarakat tutur atau pun lingkungannya.
Bahasa mempunyai sifat yang dinamis. Seiring
berjalannya waktu dan kemajuan manusia, maka bahasa akan terjadi perubahan,
pergeseran dan pemertahanan. Khususnya bahasa Arab yang merupakan bahasa Asing
di Indonesia, maka pembelajaran bahasa Arab di Indonesia terutama dalam
penyusunan pembelajaran bahasa Arab harus mengetahui terlebih dahulu perubahan dan pergeseran bahasa Arab yang
terjadi pada saat ini sehingga ada upaya-upaya yang dilakukan untuk ikut
mempertahankan bahasa Arab.
Kata kunci : perubahan bahasa,
pergeseran bahasa, dan pemertahanan bahasa
I.
Pendahuluan
Bahasa selalu mengalami
perubahan, pergeseran, dan pemertahanan.
Ketiga topik yang menjadi judul pada makalah ini masih berkaitan dengan
masalah kontak bahasa yang terjadi dalam masyarakat bilingual atau
multilingual. Perubahan bahasa menyangkut soal bahasa sebagai kode, di mana
sesuai dengan sifatnya yang dinamis, dan sebagai akibat persentuhan dengan
kode-kode lain, bahasa itu bisa berubah. Pergeseran bahasa menyangkut masalah mobilitas
penutur, di mana sebagai akibat dari perpindahan penutur atau para penutur itu
dapat menyebabkan terjadinya pergeseran bahasa. Sedangkan pemertahanan bahasa
lebih menyangkut masalah sikap atau penilaian terhap suatu bahasa, untuk tetap
menggunakan bahasa tersebut ditengah-tengah bahasa lainnya.[2]
Pergeseran bahasa dan
pemertahanan bahasa sebenarnya seperti dua sisi mata uang: bahasa menggeser
bahasa lain atau bahasa yang tak tergeser oleh bahasa; bahasa tergeser adalah
bahasa yang tidak mampu mempertahankan diri. Kedua kondisi itu merupakan akibat
dari pilihan bahasa dalam jangka panjang (paling tidak tiga generasi) dan
bersifat kolektif (dilakukan oleh seluruh warga guyup).[3]
Ketiga topik ini berkaitan,
maka makalah ini terlebih dahulu akan membahas tentang sesiolinguistik terapan.
kemudian yang kedua; perubahan bahasa, Ketiga; pergeseran bahasa, keempat;
pemertahanan bahasa, dan yang terakhir tentang kontribusi dalam pembelajaran
bahasa Arab.
II.
Pembahasan
A.
Sosiolinguistik
Terapan
Sosiolinguistik terapan
adalah Peranan ilmu sosiolinguistik sebagai sarana bantu untuk turut memecahkan
masalah-masalah kebahasaan dalam hubungannya dengan masalah-masalah sosial
kemasayarakatan, misalnya kebijaksanaan bahasa, perencanaan bahasa,
Perubahan bahasa, pergeseran bahasa, pemertahanan bahasa, pendidikan dan
pengajaran bahasa.[4]
Secara singkat,
sosiolingusitik terapan berfokus pada pemecahan persoalan-persoalan praktis
yang berkaitan dengan kehidupan bahasa. Bahasa yang dimaksud disini bisa berupa parole atau langue
dan
ada yang membatasi salah satunya.
B.
Perubahan
Bahasa
Perubahan bahasa berkenaan
dengan perubahan bahasa sebagai kode, sesuai dengan sifatnya yang dinamis, dan
sebagai akibat persentuhan dengan kode-kode lain, bahasa itu bisa berubah.
Terjadinya perubahan bahasa menurut para ahli tidak dapat
diamati, sebab perubahan itu yang sudah menjadi sifat hakiki bahasa, berlangsung
dalam masa waktu yang relatif lama, sehingga tidak mungkin diobservasi oleh
seseorang yang mempunyai waktu yang relatif terbatas. Namun yang dapat
diketahui adalah bukti adanya perubahan bahasa itu. Inipun terbatas pada pada
bahasa-bahasa yang mempunyai tradisi tulis, dan mempunyai dokumen tertulis dari
masa-masa yang sudah lama berlalu. Bahasa Inggris, bahasa Arab, dan bahasa Jawa
termasuk bahasa yang dapat diikuti perkembangannya sejak awal sebab punya
dokumen-dokumen tertulis, tetapi banyak bahasa lain yang tidak mengenal tradisi
tulis dan tidak mempunyai dokumen apapun.[5]
Adapun beberapa teori perubahan bahasa, antara lain; 1)
Anotomi, adalah perubahan pada organ tubuh manusia setiap pergantian masa, 2)
Historis sosial, adalah sejarah saling mengalahkan antar kelompok atau adnya
bahasa yang lebih superior, 3) Kemudahan, adalah menganggap mudah terhadap
salah satu yang berbeda tetapi mirip, atau bahkan sama, 4) Imitasi, adalah
menirukan dialek/ bahasa lain, dan yang ke 5) Interferensi ujaran.[6]
Perubahan
bahasa yang
dimaksud adalah perubahan yang
mempengaruhi bahasa oleh faktor
internal atau eksternal, Perubahan adalah fenomena peralihan bahasa dari
kasus ke kasus atau munculnya fenomena
bahasa menggantikan fenomena bahasa lainnya
dalam tahap sejarah bahasa tertentu.
Misalnya dalam bahasa arab; kalimat "ذيل" bahasa
fushah dan kalimat "ديل"
bahasa amiyah. Sesungguhnya
dzal (ذ) yang pertama setara
dengan dal (د) yg kedua. Dan ya’(ي) yg pertama setara dengan ya’(ي) kedua, yakni sama-sama tanda
panjang. Kata pertama merupakan kurun waktu tertentu dan kata kedua pada kurun
waktu yg lain. Perubahan yang terjadi pada kedua fase tersebut
dinamakan perubahan bahasa. Begitu juga dalam dialek mesir ketika mengungkapkan
tindakan dimasa depan (الفعل المستقبل) misalnya
pada kata “ حَنَذْهَبَ، حَنَخْرُج ”,
Ketika kita ungkapkan dalam bahasa fushah menjadi "سنذهب،
سنخرج".[7]
Perubahan bahasa lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah,
entah kaidahnya itu direfisi, kaidahnya menghilang, atau munculnya kaidah baru,
dan semua itu dapat terjadi pada semua tataran linguistik: fonologi, morfologi,
sintaksis, semantic, maupun lesikon.[8]
a)
Perubahan Fonologi
perubahan fonologi adalah perubahan yang terjadi dalam
bentuk bunyi tunggal atau harokat (tanda
baca). Perubahan ini tejadi secara otomatis, tidak disengaja, dan tidak melalui
kehendak manusia. Dan perubahan ini memakan waktu ribuan tahun atau ratusan
tahun dan terbatas pada tempat tertentu.[9]
Dalam mencapai perubahan ini dapat menggunakan salah satu
bentuk berikut; 1) Kesamaan suara-suara bahasa yang lalu. Misalnya perubahan
fonetik yang terjadi dalam beberapa fonetik Arab. Suara dlod (ض) yang lama seperti yang
dijelaskan oleh orang dahulu pengucapan dlod (ض) kurang ada penekanan daripada pengucapan orang Arab
sekarang.[10] 2) Mentransformasikan
fonologi ke fonologi lain. Hilangnya amiyah mesir pada fonem sta’ (ث) ,kemudian
digantikan fonem ta’ (ت) dalam
sebagain besar kata-kata, diantaranya kata “ ثمن ” menjadi “ تمن ”, kata “ ثوم ” menjadi “ توم ”, dan kata “ ثلاثة ” menjadi “ تلاتة ”.[11]
Contoh lain dalam bahasa Inggris; pada kasus fonem /x/ menjadi /k/, misalnya
pada kata <elk>, yang dalam bahasa inggris kuno ditulis<eolh> dan
dilafalkan <elx>.[12]
3) Pengembangan fonologi-fonologi baru dalam bahasa. contoh; fonologi
jim (ج) amiyah, masuk pada dialek-dialek baru.[13] Bahasa Inggris kuno dan pertengahan tidak
mengenal fonel /z/, lalu ketika terserap kata-kata seperti azure, measure,
rouge dari bahasa prancis, maka fonem /z/ tersebut ditambah dalam khazanah
fonem bahasa Inggris. Di Indonesia, sebelum berlakunya EYD, fonem /f/,/x/, dan
/s/ belum dimasukkan dalam khazanah fonem bahasa Indonesia, tetapi kini ketiga
fonem itu telah menjadi bagian dalam khazanah bahasa Indonesia.[14]
b)
Perubahan Morfologi
Perubahan morfologi adalah perubahan yang terjadi pada
tingkat kata. Misalnya dalam bahasa Arab;
isim fa’il dari fi’il “ قرأ ” adalah “ قارئ ” tetapi
orang-orang kontemporer mengucapkan “ مُقرئ ”, dan begitu juga isim
maf’ul dari fi’il ajwaf “ دان ” adalah
“ مَديْن ” tetapi
orang-orang kontemporer mengucapkan “ مديُون ”.[15]
Contoh lain dalam bahasa Indonesia ada
proses penasalan dalam proses pembentukan kata dengan prefix me- dan pe-,
kaidahnya adalah: (1) apabila kedua prefiks itu diimbuhkan pada kata yang
dimulai dengan konsonan /i/r/w/ dan /y/ tidak ada terjadi penasalan, (2) kalau
diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /b/ dan /p/ diberi nasal
/na/, (3) bila diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /d/ dan /t/
diberi nasal /n/, (4) kalau diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan
/s/ diberi nasal /ny/, dan bila diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan
konsonan /g/, /k/, /h/, dan semua vocal diberi nasal /ng/. Kaidah ini menjadi
agak susah diterapkan setelah bahasa
Indonesia menyerap kata-kata yang bersuku satu dari bahasa asing,
seperti kata sah, tik, dan bom. Menurut kaidah di atas kalau
ketiga kata itu diberi prefiks me- dan pe- tentu bentuknya harus
menjadi menyah(kan), menik, dan mebom; dan penyah, penik,
dan pembom. Tetapi dalam kenyataan bebahasa yang ada adalah bentuk mensah(kan) atau mengesah(kan),
mentik atau mengetik, membom atau mengebom, dan dengan
prefix pe- menjadi pengesah, pengetik, dan pembom atau pengebom.
Jadi jelas dala data tersebut telah terjadi penyimpangan kaidah, dan munculnnya
alomorf menge- dan penge-.[16]
c)
Perubahan Sintaksis
Menunjukkan perubahan yang terletak pada tingkat kalimat, dan ada
beragam bentuk dan gaya yang tercampur. Terkadang perubahan tidak mungkin
menyimpang dari aturan bahasa, tetapi arti yang diungkapkan dengan susunan ini
mempunyai arti baru, sebagaimna contoh dibawah ini:
“ يلعب دورا هاما ”setara
dengan bahasa inggris ‘’play an importand part”
“الاستهلاك المحلي ” setara dengan bahasa inggris “local
consumption”
Selain di atas ada pola lain yang dimana perubahan pada
tempat (موقعية),
susunan kata-kata (ترتيب الكلمات),
dan alat-alat (و الأدوات),
misalnya: سَوْفَ لا أسَافِر sebagai ganti لن أسَافِرَ, kalimat قَدْ لا يَجُوْزُ
sebagai ganti رُبَّمَا لا يَجُوْز.[17]
Perubahan kaidah sintaksis dalam bahasa Indonesia juga
sudah dapat kita saksikan. Umpamanya, menurut kaidah sintaksis yang berlaku
sebuah kalimat aktif transitif harus selalu mempunyai objek, atau dengan rumusan
lain, setiap kata kerja aktif transirif harus selalu diikuti oleh objek. Tetapi
dewasa ini kalimat aktif transitif banyak yang tidak dilengkapi objek, seperti:
-
Reporter anda melaporkan
dari tempat kejadian.
-
Pertunjukan itu sangat mengecewakan.
-
Dia mulai menulis
sejak duduk di bangku SMP.
-
Kakek sudah makan,
tetapi belum minum.
Kata kerja aktif
transistif pada kalimat seperti di atas menurut kaidah yang berlaku harus
diberi objek, tetapi pada contoh di atas tidak ada objeknya.[18]
d)
Perubahan semantik
Perubahan semantik yang umum adalah berupa
perubahan pada makna butir-butir leksikal yang mungkin berubah total,
menyempit, atau juga meluas. Perubahan semantik dibagi menjadi:( a) Perubahan
yang bersifat total, maksudnya adalah kalau pada waktu dulu kata itu misalnya
bermakana A, maka kini atau kemudian menjadi makan B. umpamanya kata bead dalam
bahasa Inggris aslinya bermakana “doa”, “sembahyang”, tetapi kini bermakna
“tasbih”, “butir-butir tasbih”. Dalam bahasa Indonesia kita dapati contoh
antara lain, kata pena dulu bermakna “bulu (angsa)”, tetapi kini “alat
tulis bertinta”. (b) penyempitan makna; Pada mulanya suatu kata memiliki makna
yang luas, namun sekarang menjadi menyempit. Misalnya kata “sarjana” yang dulu
bermakna “orang yang pandai”, namun sekarang bermakna “orang yang lulus dari
perguruan tinggi”. c) perluasan makna; Dulu kata tersebut hanya memiliki satu
makna, namun sekarang mempunyai lebih dari satu makna. Misalnya kata “saudara”.
Dulu hanya untuk orang yang lahir dari ibu yang sama, namun sekarang berarti
juga “kamu”. [19]
Dalam bahasa arab misalnya kata “
فأرٌ ” yang dahulu berarti
tikus (binatang pengerat), pada masa sekarang memiliki makna baru yang berarti mouse
(perangkat komputer), meskipun makna lama masih dipakai.[20]
e)
Perubahan leksikal
Perubahan leksikal dalam mempengaruhi bahasa berbeda dengan jenis-jenis perubahan yang sebelumnya,
perbedaan itu terletak pada dua hal:
1.
Perubahan leksikal
mempengaruhi semua bahasa. perubahan leksikal hampir tidak bisa dihindari,
tidak ada bahasa yang tidak dapat berubah leksikal.
2.
Perubahan leksikal
sangat cepat.[21]
Perubahan leksikal banyak bentuknya,
diantaranya adalah: 1) Munculnya kata-kata baru. misalnya kata تدويل، تأميم، مجلس الأمن, الشرعية الدولية dan lainya, semua itu
merupakan perkembangan leksikal yang telah muncul dalam bahasa Arab.[22]
Contoh lain, misalnya kata kleener
dalam bahasa Inggris dibentuk dengan kata clean, kata jell-O dari gel. [23]
2) Pengabaian kosa kata. beberapa bahasa arab pada saat ini yang sudah tidak
ada, misalnya pada ucapan “ انظر إلى الهِزَبْرِ ”,
kata الهزبر berarti الأسد sebagaimana
yang ada didalam kamus.[24]
Dalam bahasa Indonesia kata-kata berikut sudah tidak digunakan lagi, antara
lain; kempa (stempel, cap), centang perenang (tidak rapi,
berantakan), engku (sebutan untuk menyapa guru laki-laki), ungkai
(terbuka, terkoyak), terban (runtuh), tingkap (jendela), dan sanggat
(kandas).[25]
3) At-Ta’rib. At-Ta’rib Secara terminology adalah mengambil atau meminjam atau menerjemahkan kosa-kata atau istilah dari bahasa asing
(bahasa non Arab) ke dalam bahasa Arab berdasarkan kaidah-kaidah atau
aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh orang Arab dalam arabisasi (bisa
dengan memanfaatkan wazan atau dengan derivasi),
bahkan pada level tertentu sampai pada tingkatan gramatika.[26]
beberapa kata ta’rib yang digunakan oleh orang-orang kontemporer, misalnya
kata: [27]إيدولوجيا, تكنولوجيا, 4) Al-Iqtirodl (meminjam) adalah Kata-kata yang diterima dari
bahasa lain dengan membuat beberapa penyesuaian suara, dan terkadang juga
penyesuain morfologi, atau meminjamkanya tanpa adanya modifikasi, Misalanya
kata-kata bahasa arab; فيديو, تلفون, تلفزيون, ساندويش, فاكس،
تلكس ,[28]
dan contoh lain misalnya; kata kasus dalam bahasa Indonesia adalah
pinjaman langsung dari bahasa Latin.[29]
Perubahan
bahasa adalah jawaban terhadap banyak aspek perilaku manusia, dan dimungkinkan
perubahan ini hasil
dari komunikasi
budaya, urbanisasi, dan
industrialisasi. dll.[30]
C.
Pergeseran
Bahasa
Menurut Sumarsono pergeseran bahasa diartikan sebagai suatu
guyup (komutnitas) meninggalkan suatu bahasa sepenuhnya untuk memakai bahasa
lain. Bila pergeseran sudah terjadi, para warga guyup itu secara kolektif
memilih bahasa baru.[31]
Abdul Chaer mengatakan bahwa pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh
seorang penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat
perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain.[32]
Menurut Romaine pergeseran bahasa adalah gejala perubahan bentuk dan makna
suatu bahasa hingga munculnya gejala kolektif, yaitu ketika komunitas tutur
meninggalkan bahasanya dan beralih ke bahasa yang lain. Gejala kolektif ini
disebabkan oleh adanya dinamika masyarakat yang multilingual dengan berbagai
aspek sosial di dalamnya. Pada masyarakat multilingual, kontak bahasa tidak
dapat dihindari. Peran, kedudukan, dan fungsi satu bahasa menyebabkan
terjadinya pilihan bahasa. Jika peran, kedudukan, dan fungsi bahasa mulai
lemah, pergeseran bahasa atau kepunahan bahasa akan terjadi dan komunitas tuturpun
beralih menggunakan bahasa lain dalam berbagai ranah penggunaan bahasa dan lama
kelamaan meninggalkan bahasanya.[33]
Jadi pergeseran bahasa
dapat diartikan sebgai adanya peralihan
bahasa dari satu komunitas penutur dengan bahasa yang baru yang dapat
disebabkan oleh berbagai alasan.
Beberapa kondisi
cenderung diasosiasikan dengan pergeseran bahasa dalam berbagai kajian.
Barangkali kondisi yang paling mendasar kedwibahasaan masyarakat (societal
bilingualism). Penting diingat, kedwibahasaan itu bukanlah satu-satunya
kondisi bagi pergeseran, walaupun mungkin yang diperlukan. Hampir semua kasus
pergeseran bahasa terjadi melalui alih generasi (intergenerasi), menyangkut
lebih dari satu generasi. Dengan kata lain, jarang terjadi sejumlah besar
individu dalam suatu masyarakat menanggalkan bahasa dan mengganti dengan bahasa
lain dalam kurun hidupnya. Dalam berbagai kasus selalu ada satu generasi yang
lebih dulu dwibahasawa, misalnya B1-nya bahasa X dan B2-nya bahasa Y. Generasi
ini tidak mengalihkan bahasa X kepada generasi berikutnya (yaitu anak-anak
mereka) melaikan bahasa Y. Generasi kedua ini mungkin saja masih memahami
(secara pasif) bahasa X karena masih sering mendengar orang tua mereka
berbicara dalam bahasa itu. Generasi kedua ini tentu lebih tidak berminat lagi mengalihkan bahasa X kepada
anak-anak mereka kelak, lebih-lebih karena mereka sendiri tidak menguasai
bahasa itu.
Salah satu faktor itu
adalah migrasi atau perpindahan penduduk, yang bisa berwujud dua
kemungkinan. Pertama, kelompok-kelompok kecil bermigrasi ke daerah atau Negara
lain yang tentu saja menyebabkan bahasa mereka tidak berfungsi lagi. Kedua,
gelombang besar penutur bahasa bermigrasi membanjiri sebuah wilayah kecil
dengan sedikit penduduk, menyebabkan penduduk setempat terpecah dan bahasanya
tergeser.
Perkembangan ekonomi
juga merupakan faktor pendorong pergeseran. Salah satu faktor ekonomi itu
adalah industrialisasi (yang kadang-kandang bergabung dengan factor
migrasi). Kemajuan ekonomi kadang-kadang mengangkat posisi sebuah bahasa
menjadi bahasa yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Bahasa Inggris misalanya,
menjadi minat banyak orang untuk menguasai dan kalau perlu meninggalkan bahasa
pertama.
Sekolah sering juga
dituding sebagai factor penyebab bergesernya bahasa ibu murid, karena sekolah
biasa mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak, demikia ini kemudian menjadi
kedwibahasaan.[34]
Dari penjelasan diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab pergeran bahasa diantara adalah factor migrasi, ekonomi, sekolah dan
alih generasi.
D.
Pemertahanan
Bahasa
Ada berbagai sebab atau
alasan mengapa suatu bahasa punah atau tidak digunakan oleh penutur-penuturnya.
Satu di antaranya adalah adanya dominasi bahasa atau dialek yang lebih besar
secara demografis, ekonomis, sosial atau politis. Pemeliharaan sebuah bahasa
tidak cukup hanya dengan usaha mendeskripsikan sistem kebahasaan dan wilayah
pemakainya, seperti yang telah dilakukan oleh para ahli bahasa selama ini.
Namun, yang tidak kalah dari itu semua adalah penumbuhan rasa bangga dalam diri
penutur-penutur untuk menggunakan bahasanya.
Kebanggaan berbahasa (linguistic
pride), di samping kesadaran akan norma (awareness of norm) dan
loyalitas bahasa (language loyality), merupakan faktor yang amat penting
bagi keberhasilan usaha pemertahanan sebuah bahasa dalam menghadapi
tekanan-tekanan eksternal dari masyarakat pemilik bahasa yang lebih dominan
yang secara ekonomis dan politis memiliki pengaruh yang lebih besar. Kebanggan
linguistik dapat dibangkitkan dari kekhasan-kekhasan yang dimiliki pemilik
bahasa itu.
Hal demikin sebagaimana
yang dialami oleh dialek Banyumas dari tekanan bahasa Jawa Solo-Yogya. Untuk
pemertahanan dialek Banyumas, kebijakan pembinaan bahasa Jawa, haruslah memberi
peluang yang seluas-luasnya bagi pentur-penuturnya untuk menggunakan dialek
Banyumas sehingga dialek ini bisa menjadi alat komunikasi yang utama dalam
ranah keluarga dan masyarakat dalam mengembangkan budaya lokalnya. Selain itu,
dialek Banyumas merupakan dialek yang memiliki sejumlah kekhasan sebagai wahana
budaya masyarakatnya yang tidak dimiliki oleh bahasa Jawa dialek Solo-Togya.
Sejumlah leksikon, struktur fonemis, dan intonasi dialek Banyumas yang khas
merupakan unsur-unsur yang dapat dibanggakan karena kesemuanya ini tidak mudah
dikuasai oleh penutur bahasa standar. Ini sekaligus menunjukkan bahwa
penutur-penutur dialek banyumas tidak lebih inferior dari pemilik bahasa standar.
Dalam hubungan ini penutur-penutur dialek banyumas dapat berkaca dari
pemilik-pemilik bahasa lain, seperi bahasa Arab, bahasa Basque di Spanyol,
bahasa Ibrani di Israel, dan sebagainya yang melekat kebanggan etnis dan
kebangsaanya pada kekhasan struktur bahasanya yang tidak mudah dikuasai oleh
etnis atau bahasa yang lain.[35]
Contoh lain,mengenai
penggunaan bahasa B1 yang jumlah penuturnya tidak banyak dapat bertahan
terhadap pengaruh penggunaan B2 yang lebih dominan. Untuk menjelaskan ini kita
ambil laporan simarsono (1990) mengenai pemertahanan penggunaan bahasa Melayu
Loloan di desa Loloan, termasuk dalam wilayah kota Negara, Bali. Menurut
Sumarsono, penduduk desa Loloan yang berjumlah sekitar tiga ribu orang itu
tidak menggunakan bahasa Bali, melainkan menggunakan sejenis bahasa Melayu yang
disebut bahasa Melayu Loloan, sebagai B1-nya, dan mereka semua Bergama Islam.
Di tengah-tengah B2 yang lebih dominan, yaitu bahasa Bali, mereka dapat
bertahan untuk tetap menggunakan bahasa pertamanya, yaitu bahasa Melayu Loloan,
sejak abad ke-18 yang lalu, ketika leluhur mereka yang mengaku berasal dari
Bugis dan Pontianak tiba di tempatitu. Faktor apakah yang menyebabkan mereka
dapat bertahan, menurut Sumarsono adalah, pertama, wilayah pemukiman
mereka terkonsentrasi pada satu tempat yang secara geografis agak terpisah dari
wilayah pemukiman masyarakat Bali. Kedua, adanya toleransi dari
masyarakat mayoritas Bali yang mau menggunakan bahasa Melayu Loloan dalam
berinteraksi dengan golongan minoritas Loloan, meskipun dalam interksi itu
kadang-kadang digunakan juga bahasa Bali. Ketiga, anggota masyarakat
Loloan mempunyai sikap keislaman yang tidak akomodatif terhadap masyarakat,
budaya, dan bahasa Bali. Pandangan seperti ini dan ditambah dengan
terkonsentrasinya masyarakat Loloan ini menyebabkan minimnya interaksi fisik
antara masyarakat Loloan yang minoritas dan masyarakat Bali yang mayoritas.
Akibatnya pula menjadi tidak digunakannya bahasa Bali dalam interaksi
intrakelompok dalam masyarakat Loloan. Keempat, adanya loyalitas yang
tinggi dari anggota masyarakat Loloan terhadap bahasa Melayu Loloan sebagai
konsenkuensi kedudukan atau status bahasa ini yang menjadi lambing identitas
diri masyarakat Loloan yang beragama Islam, sedangkan bahasa Bali dianggap
sebagai lambang identitas diri
masyarakat Bali yang beragama Hindu. Oleh karena itu, penggunaan bahasa Bali
ditolak untuk kegiatan-kegiatan intrakelompok, terutama dalam ranah agama. Kelima,
adanya kesinambungan pengalihan bahasa Melayu Loloan dari generasi terdahulu ke
generasi berikutnya.[36]
Uaraian diatas,
menjelaskan tentang faktor yang menyebabkan pemertahanan bahasa. Adapun faktor
yang menyebabkan pemertahanan bahasa antara lain: secara geografis wilayah
pemukiman agak tepisah dengan wilayah pemukiman lain, adanya toleransi dari
masyarakat dalam penggunaan bahasa, fanatisme terhadap bahasa sendiri, adanya
loyalitas tinggi dari anggota masyarakat dalam memakai bahasa sendiri untuk
kegiatan yang bersifat kebudayann/ ritual keagmaan, adanya kesinambungan
pengalihan bahasa.
E.
Kontribusi
dalam pembelajaran Bahasa Arab.
Penguasaan bahasa asing menjadi suatu hal yang tak bisa
ditawar-tawar lagi di era ini. Dalam dunia yang begitu kompetitif sekarang, mau
tidak mau, suka tidak suka, seseorang harus memiliki nilai lebih dibanding yang
lain. Bahasa asing selain bahasa Inggris yang juga menjadi bahasa Internasional
adalah bahasa Arab.
Bahasa Arab di Indonesia yang merupakan Negara dengan
pemeluk agama Islam terbesar di dunia bukanlah sesuatu yang asing. Banyak
lembaga pendidikan, khususnya yang bernafaskan Islam, menjadikan bahasa Arab
menjadi bahasa asing yang prioritas untuk dikuasai oleh para siswanya.
Berkaitan dengan
perubahan, pergeseran dan pemertahan bahasa. Ini sangat membantu dalam
pembelajaran bahasa Arab melalui kurikulum-kurikulum pengajaran modern dengan
menampilkan bahasa Arab dalam nuansa pendidikan dan ilmiah yang sesuai dengan
tuntutan zaman serta memenuhi kebutuhan pembelajaran para pelajar non-Arab.
Diantara kontribusi perubahan,pergeseran, dan pemertahanan
bahasa dalam pembelajaran bahasa Arab, antara lain[37]
; Pertama, barometer untuk meninjau kurikulum PBA dan materi-materi
bahasa Arab; Pusat pendidikan bahasa Arab dan Guru bahasa Arab harus mengetahui
perubahan bahasa Arab yang terjadi pada saat ini. Materi yang disampaikan
kepada peserta didik adalah materi bahasa Arab yang berkembang pada masa
sekarang ini.
Kedua, sebagai penjenjangan materi bahasa Arab.
Dalam pembelajaran bahasa Arab sangat diperlukan kesesuaian jenjang pendidikan
bahasa Arab dengan materinya. Pada taraf pemula diperlukan materi yang
benar-benar materi dasar, dan seterusnya sampai pada tingkat tinggi. Dengan
memahami perubahan, pergeseran dan pemertahan bahasa Arab, guru mengetahui
tingakat kemudahan dan kesulitan bahasa Arab, sehingga dapat mempermudah untuk
menyusun matari pembelajaran bahasa Arab sesuai dengan jenjangnya.
Ketiga, tidak terjebak pada materi
bahasa klasik dan mampu menyesuaikan perkembangan bahasa Arab yang ada di Timur
Tengah. Guru bahasa Arab harus mampu menyesuaikan perkembangan bahasa Arab yang
ada ditimur tengah, karena ini sangat penting dalam pembelajaran bahasa Arab.
Perlu di ingat bahwa kurikulum pendidikan harus dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan siswa, tuntutan masyarakat dunia kerja, dan harapan-harapan dari
pemerintah (kebijakan pendidikan). Bahasa Arab merupakan bahasa Asing bagi
bangsa Indonesia, maka dalam pembelajaran bahasa Arab, kita perlu menyesuaikan
perkembangan bahasa Arab yang ada ditimur tengah.
Keempat, usaha menjaga bahasa Arab dari
kepunahan. mempelejari bahasa Arab bagi kalangan non Arab sangat penting yakni
sebagai alat komunikasi antar bangsa, dan untuk mendalami ilmu-ilmu Islam bagi
kalangan muslim. Sesuai dengan pemaparan di atas bahwa dalam bahasa itu
terdapat perubahan, pergeseran dan pemertahanan bahasa, maka bagaimana sebisa
mungkin supaya bahasa Arab tidak mengalami pergeseran karena pergeseseran bahasa
akan menuju pada kepunahan. Usaha menjaga bahasa Arab dari kepunahan
mungkin dapat kita lakukan dengan cara; mengadakan ritual-ritual yang
menggunakan bahasa Arab misalnya dziba’an, tahlil, manaqib, dan lain-lain, mengadakan
sorogan dan ngaji kilatan kitab kuning.
Kelima, usaha untuk mempelajari dan
menciptakan metode pemasukan bahasa Asing ke dalam bahasa Arab. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara; mengarabisasikan bahasa-bahasa lokal yang belum tercover
di majma’ al-lugah Arab misalnya; kalimat إنتشار إلى اللغة العربية, Kata إنتشار jika
mendapat tambahan kata إلى, maka
artinya menjadi membumikan bahasa Arab, dengan cara at-ta’rib misalnya
kata teknologi menjadi تكنولوجيا, al-iqtirodl
misalnya; video menjadi فيديو, muwallad
mislanya; kata “فأرٌ”
yang dahulu berarti tikus (binatang pengerat), pada masa sekarang memiliki
makna baru yang berarti mouse (perangkat komputer), meskipun makna lama
masih dipakai.
III.
Penutup
Sosiolinguistik terapan
berfokus pada pemecahan persoalan-persoalan praktis yang berkaitan dengan
kehidupan bahasa, seperti: kebijaksanaan bahasa, perencanaan bahasa,
Perubahan bahasa, pergeseran bahasa, pemertahanan bahasa, pendidikan dan
pengajaran bahasa.
Perubahan, pergeseran
dan pemertahan bahasa ini saling berkaiatan. Perubahan bahasa berarti perubahan yang mempengaruhi bahasa yang disebabkan oleh faktor internal atau eksternal. pergeseran
bahasa terjadi manakala masyarakat
pemakai bahasa memilih suatu bahasa baru untuk mengganti bahasa sebelumnya.
Dengan kata lain, pergeseran bahasa itu terjadi karena masyarakat bahasa
tertentu beralih ke bahasa lain, biasanya bahasa yang dominan dan berprestasi,
lalu digunakan dalam ranah-ranah pemakaian bahasa yang lama. sedangkan
pemertahanan bahasa dapat terjadi ketika masyarakat bahasa tetap menggunakan
bahasa-bahasa secara kolektif atau secara bersama-sama dalam ranah-ranah
pemakaian tradisional.
Asumsi adanya
perubahan, pergeseran, dan pemertahanan bahasa disebabkan karena adanya kontak
antar bahasa, kelas sosial bahasa, dan bahasa seperti makhluk hidup organis.
Makalah ini ditulis
sebagai pengantar untuk para mahasiswa pendidikan bahasa Arab di sekolah tinggi
agama Islam Mathali’ul Falah dalam memahami perubahan, pergeseran, dan
pemertahanan bahasa, khususnya bahasa Arab. sehingga nantinya mamhasiswa mampu
mengkontribusikan dalam pembelajaran bahasa Arab.
Diakui bahwa makalah
ini masih mempunyai banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kepada
pembaca dimohon saran dan kritik konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.
Daftar
Pustaka
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik
Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. 2004
Dimyati,Muhammad Affifuddin. Muhadloroh
Fi ‘Ilmu Al Lughoh Al Ijtima’i. Surabaya: Mathba’ah Darul Ulum Al
Lughawiyyah. 2010
Lutfi,Habibi Muhammad. Hand Out Fiqh Al-Lughah ke 12
Sayyid, Shobari Ibrahim. Ilmu Al-Lughoh
Al-Ijtima’I. Mesir: Daar Al Ma’rifah Al Jami’ah. 1995
Sumarsono.
Sosiolinguitik. Yogyakarta: Sabda. 2008
Wijaya, Dewa Putu. dan Muhammad Rohmadi. Sosilinguistik
Kajian Teori dan Analisis. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 2006
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33614/.../Chapter%20II.pdf.
Bab II (konsep,landasan teori,dan kajian pustaka). diakses pada tanggal 02
januari 2012, pukul 23:15
[1] Mahasiswi Prodi PBA STAIMAFA Semester V
Tahun Akademik 2012/2013
[2] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik
Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 134
[3] Sumarsono, Sosiolinguitik,
(Yogyakarta: Sabda, 2008), hlm. 231
[4] Khabibi Muhammad Luthfi, Hand Out
Sosiolinguistik ke 10, Slide 1
[5] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik
Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 134
[6] Khabibi Muhammad Luthfi, Hand Out…,
Slide 4
[7] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh
Fi ‘Ilmu Al Lughoh Al Ijtima’i, (Surabaya: Mathba’ah Darul Ulum Al
Lughawiyyah, 2010), hlm. 114
[8] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…,hlm.
136
[9] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh…,
hlm. 117
[10] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh…,
hlm. 118
[11] Ibid.
[12] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…,
hlm. 136
[13] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh…,
hlm. 118
[14] Abdul Chaer dan Leonie Agustina,
Sosiolinguistik…,hlm. 137
[15] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh…,
hlm. 119
[16] Abdul Chaer dan Leonie Agustina,
Sosiolinguistik…, hlm. 137
[17] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh…,
hlm. 122-123
[18] Abdul Chaer dan Leonie Agustina,
Sosiolinguistik…, hlm. 139
[19] Abdul Chaer dan Leonie Agustina,
Sosiolinguistik…, hlm. 141
[20] Habibi Muhammad Lutfi, Hand Out Fiqh Al-Lughah ke 12, slide 3
[21] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh…,
hlm. 127
[22] Ibid.
[23]
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…,hlm. 140
[24] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh…,
hlm. 128
[25] Abdul Chaer dan Leonie Agustina,
Sosiolinguistik…,hlm. 140
[26] [26]
Habibi Muhammad Lutfi, Hand Out Fiqh
Al-Lughah ke 12, slide 3
[27] Muhammad Affifuddin Dimyati, Muhadloroh…,
hlm. 128
[28] Ibid.
[29] Abdul Chaer dan Leonie Agustina,
Sosiolinguistik…, hlm. 140
[30] Shobari Ibrahim Sayyid, Ilmu Al-Lughoh
Al-Ijtima’I, (Mesir: Daar Al Ma’rifah Al Jami’ah, 1995), hlm. 199
[31] Sumarsono, Sosiolinguistik…, hlm.
231
[32] Abdul Chaer dan Leonie Agustina,
Sosiolinguistik…, hlm. 142
[33] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33614/.../Chapter%20II.pdf.
Bab II (konsep,landasan teori,dan kajian pustaka), diakses pada tanggal 02
januari 2012, pukul 23:15
[34] Sumarsono, Sosiolinguistik…,hlm.
235-237
[35] Dewa Putu Wijaya, dan Muhammad Rohmadi,
Sosilinguistik Kajian Teori dan Analisis, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
2006), hlm. 89-90
[36] Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik…,
hlm. 147
[37] Khabibi Muhammad Luthfi, Hand Out
Sosiolinguistik ke 10, Slide 9
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking